Agustus 29, 2012
0
Batu Karst yang memenuhi puncak bukit 
Kerajaan Kandis, Kerajaan Tertua di Sumatera. Nenek moyang bangsa Indonesia diduga kuat oleh para Arkeolog adalah ras Austronesia. Ras ini mendarat di Kepulauan Nusantara, dan memulai peradaban neolitik. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa budaya neolitik dimulai sekitar 5000 tahun lalu di kepulauan Nusantara. Bersamaan dengan budaya baru ini bukti antropologi menunjukkan muncul juga manusia dengan ciri fisik Mongoloid. Populasi Mongoloid ini menyebar di kawasan Nusantara sekitar
5000 sampai 3000 tahun lalu dengan membawa bahasa Austronesia dan teknologi pertanian.

Di Nusantara saat ini paling tidak terdapat 50 populasi etnik Mongoloid yang mendiaminya. Budaya dan bahasa mereka tergolong dalam satu keluarga atau filum bahasa, yaitu bahasa-bahasa Austronesia yang menunjukkan mereka berasal dari satu nenek moyang. Lalu dari manakah populasi Austronesia ini berasal dan daerah manakah pertama kalinya mereka huni di Nusantara ini? Sebuah pertanyaan yang belum terjawab oleh riset sejarah selama ini. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah pengkajian dan analisis yang komprehensif tentang bukti sejarah yang ada dan menelusuri hubungan historis suatu daerah dengan daerah lainnya. Metode yang digunakan adalah mengumpulkan cerita/tombo yang ada di masyarakat dan penelusuran fakta yang mendukung tombo tersebut.

Kerajaan tertua di Pulau Jawa berdasarkan bukti arkeologis adalah kerajaan Salakanegara dibangun abad ke-2 Masehi yang terletak di Pantai Teluk Lada, Pandeglang Banten. Diduga kuat mereka berimigrasi dari Sumatra. Sedangkan Kerajaan tertua di Sumatra adalah kerajaan Melayu Jambi (Chu-po), yaitu Koying (abad 2 M), Tupo (abad ke 3 M), dan Kuntala/Kantoli (abad ke 5 M). Menurut cerita/tombo adat Lubuk Jambi yang diwarisi dari leluhur mengatakan bahwa disinilah lubuk (asal) orang Jambi, oleh karena itu daerah ini bernama Lubuk Jambi. Dalam tombo juga disebutkan di daerah ini terdapat sebuah istana kerajaan Kandis yang sudah lama hilang. Istana itu dinamakan istana Dhamna, berada di puncak bukit yang dikelilingi oleh sungai yang jernih. Penelusuran peninggalan kerajaan ini telah dilakukan selama 7 bulan (September 2008-April 2009), dan telah menemukan lokasi, artefak, dan puing-puing yang diduga kuat sebagai peninggalan Kandis dengan ciri-ciri lokasi mirip dengan sketsa Plato (347 SM) tentang Atlantis. Namun penemuan ini perlu dilakukan penelitian arkeologis lebih lanjut.

Nusantara merupakan sebutan untuk negara kepulauan yang terletak di kepulauan Indonesia saat ini. Catatan bangsa Tionghoa menamakan kepulauan ini dengan Nan-hai yang berarti Kepulauan Laut Selatan. Catatan kuno bangsa India menamainya Dwipantara yang berarti Kepulauan Tanah Seberang, yang diturunkan dari kata Sanskerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang) dan disebut juga dengan Swarnadwiva (pulau emas, yaitu Sumatra sekarang). Bangsa Arab menyebut daerah ini dengan Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa).

Migrasi manusia purba masuk ke wilayah Nusantara terjadi para rentang waktu antara 100.000 sampai 160.000 tahun yang lalu sebagai bagian dari migrasi manusia purba “out of Africa“. Ras Austolomelanesia (Papua) memasuki kawasan ini ketika masih bergabung dengan daratan Asia kemudian bergerak ke timur, sisa tengkoraknya ditemukan di gua Braholo (Yogyakarata), gua Babi dan gua Niah (Kalimantan). Selanjutnya kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi, perpindahan besar-besaran masuk ke kepulauan Nusantara (imigrasi) dilakukan oleh ras Austronesia dari Yunan dan mereka menjadi nenek moyang suku-suku di wilayah Nusantara bagian barat. Mereka datang dalam 2 gelombang kedatangan yaitu sekitar tahun 2.500 SM dan 1.500 SM (Wikipedia, 2009).

Bangsa nenek moyang ini telah memiliki peradaban yang cukup baik, mereka paham cara bertani yang lebih baik, ilmu pelayaran bahkan astronomi. Mereka juga sudah memiliki sistem tata pemerintahan sederhana serta memiliki pemimpin (raja kecil). Kedatangan imigran dari India pada abad-abad akhirSebelum Masehi memperkenalkan kepada mereka sistem tata pemerintahan yang lebih maju (kerajaan).

Kepulauan Nusantara saat ini paling tidak ada 50 populasi etnik yang mendiaminya, dengan karakteristik budaya dan bahasa tersendiri. Sebagian besar dari populasi ini dengan cirri fisik Mongoloid, mempunyai bahasa yang tergolong dalam satu keluarga atau filum bahasa. Bahasa mereka merupakan bahasa-bahasa Austronesia yang menunjukkan mereka berasal dari satu nenek moyang. Sedangkan di Indonesia bagian timur terdapat satu populasi dengan bahasa-bahasa yang tergolong dalam berbagai bahasa Papua.


Pusat Arkeologi Nasional telah berhasil meneliti kerangka berumur 2000-3000 tahun, yaitu penelitian DNA purba dari situs Plawangan di Jawa Tengah dan Gilimanuk Bali. Penelitian itu menunjukkan bahwa manusia Indonesia yang hidup di kedua situs tersebut telah berkerabat secara genetik sejak 2000-3000 tahun lalu. Pada kenyataannya hingga sekarang populasi manusia Bali dan Jawa masih memiliki kekerabatan genetik yang erat hingga sekarang.

Hasil penelitian Alan Wilson tentang asal usul manusia di Amerika Serikat (1980-an) menunjukkan bahwa manusia modern berasal dari Afrika sekitar 150.000-200.000 tahun lampau dengan kesimpulan bahwa hanya ada satu pohon filogenetik DNA mitokondria, yaitu Afrika. Hasil penelitian ini melemahkan teori bahwa manusia modern berkembang di beberapa penjuru dunia secara terpisah (multi origin). Oleh karena itu tidak ada kaitannya manusia purba yang fosilnya ditemukan diberbagai situs di Jawa (homo erectus, homo soloensis, mojokertensis) dan di Cina (Peking Man) dengan perkembangan manusia modern (homo sapiens) di Asia Timur. Manusia purba ini yang hidup sejuta tahun yang lalu merupakan missing link dalam evolusi. Saat homo sapiens mendarat di Kepulauan Nusantara, pulau Sumatra, Jawa dan Kalimantan masih tergabung dengan daratan Asia sebagai sub-benuaSundaland. Sedangkan pulau Papua saat itu masih menjadi satu dengan benua Australia sebagai Sahulland.

Teori kedua yang bertentangan dengan teori imigrasi Austronesia dari Yunan dan India adalah teori Harry Truman. Teori ini mengatakan bahwa nenek moyang bangsa Austronesia berasal dari dataran Sunda-Land yang tenggelam pada zaman es (era pleistosen). Populasi ini peradabannya sudah maju, mereka bermigrasi hingga ke Asia daratan hingga ke Mesopotamia, mempengaruhi penduduk lokal dan mengembangkan peradaban. Pendapat ini diperkuat oleh Umar Anggara Jenny, mengatakan bahwa Austronesia sebagai rumpun bahasa yang merupakan sebuah fenomena besar dalam sejarah manusia. Rumpun ini memiliki sebaran yang paling luas, mencakup lebih dari 1.200 bahasa yang tersebar dari Madagaskar di barat hingga Pulau Paskah di Timur. Bahasa tersebut kini dituturkan oleh lebih dari 300 juta orang. Pendapat Umar Anggara Jenny dan Harry Truman tentang sebaran dan pengaruh bahasa dan bangsa Austronesia ini juga dibenarkan oleh Abdul Hadi WM (Samantho, 2009).


Teori awal peradaban manusia berada di dataran Paparan Sunda (Sunda-Land) juga dikemukan oleh Santos (2005). Santos menerapkan analisis filologis (ilmu kebahasaan), antropologis dan arkeologis. Hasil analisis dari reflief bangunan dan artefak bersejarah seperti piramida di Mesir, kuil-kuil suci peninggalan peradaban Maya dan Aztec, peninggalan peradaban Mohenjodaro dan Harrapa, serta analisis geografis (seperti luas wilayah, iklim, sumberdaya alam, gunung berapi, dan cara bertani) menunjukkan bahwa sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun Santos menyimpulkan bahwa Sunda Land merupakan pusat peradaban yang maju ribuan tahun silam yang dikenal dengan Benua Atlantis.

Dari kedua teori tentang asal usul manusia yang mendiami Nusantara ini,benua Sunda-Land merupakan benang merahnya. Pendekatan analisis filologis, antropologis dan arkeologis dari kerajaan Nusantara kuno serta analisis hubungan keterkaitan satu dengan lainnya kemungkinan besar akan menyingkap kegelapan masa lalu Nusantara. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri peradaban awal Nusantara yang diduga adalah kerajaan Kandis.


NUSANTARA DALAM LINTASAN SEJARAH

Kepulauan Nusantara telah melintasi sejarah berabad-abad lamanya. Sejarah Nusantara ini dapat dikelompokkan menjadi lima fase, yaitu zaman pra sejarah, zaman Hindu/Budha, zaman Islam, zaman Kolonial, dan zaman kemerdekaan. Kalau dirunut perjalanan sejarah tersebut zaman kemerdekaan, kolonial, dan zaman Islam mempunyai bukti sejarah yang jelas dan tidak perlu diperdebatkan. Zaman Hindu/Budha juga telah ditemukan bukti sejarah walaupun tidak sejelas zaman setelahnya. Zaman sebelum Hindu/Budha masih dalam teka-teki besar, maka dalam menjawab ketidakjelasan ini dapat dilakukan dengan analisa keterkaitan antar kerajaan. Urutan tahun berdiri kerajaan di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut.

Dalam catatan sejarah terdapat informasi yang terputus antara zaman pra sejarah dengan zaman Hindu/Budha. Namun dari Tabel 1 diatas dapat diperoleh gambaran bahwa peradaban Nusantara kuno bermula di Sumatra bagian tengah dan ujung barat pulau Jawa. Dari abad ke-1 sampai abad ke-4 daerah yang dihuni meliputi Jambi (kerajaan Melayu Tua), Lampung (Kepaksian Skala Brak Kuno), dan Banten (kerajaan Salakanegara). Untuk mengetahui peradaban awal Nusantara kemungkinan besar dapat diketahui melalui analisa keterkaitan tiga kerajaan tersebut.


Deskripsi Lokasi Kerajaan Kandis

Analisis topografi yang dilakukan pada peta satelit yang diambil dari google earth, ditemukan lokasi yang dicirikan di dalam tombo/cerita (bukit yang dikelilingi oleh sungai). Daerah tersebut berada pada titik 0042’58 LS dan 101020’14 BT (Gambar 1) atau berada hampir di titik tengah pulau Sumatra (perbatasan Sumatra Barat dan Riau). Lokasinya berada di tengah hutan adat Lubuk Jambi, oleh pemerintah dijadikan sebagai kawasan hutan lindung yang dinamakan dengan hutan lindung Bukit Betabuh. Jarak lokasi dari jalan lintas tengah Sumatra lebih kurang 10 km ke arah barat, dengan topografi perbukitan.


Pencarian lokasi/ekspedisi dilakukan dengan peralatan navigasi darat sederhana, yaitu menggunakan peta, kompas, dan teropong binokuler. Pada lokasi yang dituju, ditemukan hal-hal yang mencirikan bukit tersebut sebagai peninggalan peradaban manusia. Lebih kurang 2 km sebelum Bukit Bakar ditemukan batu karst/karang laut yang berjejer, batu ini diduga sebagai pagar lingkar luar kerajaan (Gambar 2)




Pada bukit yang dikelilingi oleh sungai yang sangat jernih, pada bagian puncaknya ditemukan batu karst yang memenuhi puncak bukit (Gambar 3). Batu karst itu pada lereng bagian timur dan utara tersingkap, sedangkan lereng selatan dan barat tertimbun. Lereng tenggara ditemukan seperti tiang batu yang diduga bekas menara istana

Batu Karst yang diduga sebagai pagar lingkar luar kerajaan 


Pada lereng timur bukit sebelah atas kira-kira 1200 m dari sungai ditemukan mulut goa yang diduga pintu istana, akan tetapi pintu ini pada bagian dalam sudah tertutup oleh reruntuhan batu. Pintu goa ini tingginya 5 meter dengan ruangan di dalamnya sejauh 3 meter, dan dalam goa tersebut terlihat seperti ada ruangan besar di dalamnya namun sudah tertutup (Gambar 5).


Pada lereng bukit bagian selatan sampai ke barat ditemukan teras sebanyak tiga tingkat, diduga bekas cincin air (Gambar 6), sementara lereng utara sampai timur sangat curam dan terlihat seperti terjadi erosi yang parah. Teras ini lebarnya rata-rata 4 m, jarak antara sungai dengan teras pertama kira-kira 200 m, teras pertama dengan teras kedua kira-kira 400 m, teras kedua dengan teras ketiga kira-kira 500 m dan panjang lereng diperkirakan 1500 m. Berdasarkan analisa di peta bukit ini dari timur ke barat berdiameter 3000 m, dan dari utara ke selatan berdiameter 3000 m, beda elevasi antara sungai dengan puncak bukit 245 m. Pada lereng barat daya, kira-kira pada ketinggian lereng 800 m ditemukan mata air yang mengalir deras. Ukuran ini berdasarkan perkiraan di lapangan dan pengukuran di peta satelit. Untuk mendapatkan ukuran sebenarnya perlu pengukuran dilapangan.

Sketsa Lokasi situs kerajaan Kandis
Melihat ciri-ciri atau karakter lokasi, lokasi ini sangat mirip dengan sketsa kerajaan Atlantis yang ditulis dalam mitologi Yunani “Timeus dan Critias” karya Plato (360 SM). Mitologi ini menyebutkan “Poseidon mengukir gunung tempat kekasihnya tinggal menjadi istana dan menutupnya dengan tiga parit bundar yang lebarnya meningkat, bervariasi dari satu sampai tiga stadia dan terpisah oleh cincin tanah yang besarnya sebanding”. Bangsa Atlantis lalu membangun jembatan ke arah utara dari pegunungan, membuat rute menuju sisa pulau. Mereka menggali kanal besar ke laut, dan di samping jembatan, dibuat gua menuju cincin batu sehingga kapal dapat lewat dan masuk ke kota di sekitar pegunungan; mereka membuat dermaga dari tembok batu parit. Setiap jalan masuk ke kota dijaga oleh gerbang dan menara, dan tembok mengelilingi setiap cincin kota. Tembok didirikan dari bebatuan merah, putih dan hitam yang berasal dari parit, dan dilapisi oleh kuningan, timah dan orichalcum (perunggu atau kuningan). Ada kemiripan mitologi ini dengan mitologi yang ada di Lubuk Jambi.
Perspektif Istana Dhamna menggunakan Sketsa Kerajaan Atlantis

Hipotesa Lokasi Istana Dhamna
Ini hanya sebuah dugaan yang belum dibuktikan secara ilmiah, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Survei arkeologi yang dilakukan ke lokasi belum bisa menyimpulkan lokasi ini sebagai peninggalan kerajaan karena belum cukup barang bukti untuk menyimpulkan seperti itu. Namun sudah dapat dipastikan bahwa daerah tersebut pernah dihuni atau disinggahi manusia dulunya.
ANALISA MITOLOGI MINANGKABAU VS MITOLOGI LUBUK JAMBI


Terlepas dari benar tidaknya sebuah mitologi, kesamaan cerita dalam mitos tersebut akan mengantarkan pada suatu titik terang. Tambo Minangkabau begitu indah didengar ketika pesta nikah kawin dalam bentuk pepatah adat menunjukkan kegemilangan masa lalu. Tambo Minangkabau dan Tombo Lubuk Jambi, dua cerita yang bertolak belakang. Minangkabau mengatakan bahwa nenek moyangnya adalah Sultan Maharaja Diraja putra Iskandar Zulkarnain yang berlabuh di puncak gunung merapi. Air laut semakin surut keturunan Maharaja Diraja berkembang di sana hingga menyebar kebeberapa daerah di Sumatra.

Mulut goa yang diduga pintu masuk istana 
Lain halnya dengan tambo Lubuk Jambi, tambo itu mengatakan bahwa nenek moyangnya adalah Maharaja Diraja Putra Iskandar Zulkarnain, berlabuh di Bukit Bakar dan membangun peradaban di sana. Dari Lubuk Jambi keturunan-keturunannya menyebar ke Minangkabau dan Jambi. Namun tambo tidak menyebutkan tahun. Itulah sebabnya daerah ini dinamakan Lubuk Jambi yang berarti asalnya (lubuk) orang-orang Jambi. Menurut ceritanya, Kandis sejak kalah perang dalam ekspedisi Sintong dan penyembunyian peradaban mereka ceritanya disampaikan secara rahasia dari generasi ke generasi oleh Penghulu Adat atau dikenal dalam istilahnya ”Rahasio Penghulu”. Namun kebenaran cerita rahasia ini perlu dibuktikan.

Dari kedua tambo tersebut di atas, dapat ditarik benang merah yaitu ”sama-sama menyebutkan bahwa nenek moyang mereka adalah Iskandar Zulkarnain”. Tapi dalam catatan sejarah yang diketahui Iskandar Zulkarnain (Alexander the Great/ Alexander Agung) tidak mempunyai keturunan.

Plato-Atlantis-Iskandar Zulkarnain-Kandis

Plato, filosof kelahiran Yunani (Greek philosopher) yang hidup 427-347 Sebelum Masehi (SM). Plato adalah salah seorang murid Socrates, filosof arif bijaksana, yang kemudian mati diracun oleh penguasa Athena yang zalim pada tahun 399 SM. Plato sering bertualang, termasuk perjalanannya ke Mesir. Pada tahun 387 SM dia mendirikan Academy di Athena, sebuah sekolah ilmu pengetahuan dan filsafat, yang kemudian menjadi model buat universitas moderen. Murid yang terkenal dari Academy tersebut adalah Aristoteles yang ajarannya punya pengaruh yang hebat terhadap filsafat sampai saat ini.

Dengan adanya Academy, banyak karya Plato yang terselamatkan. Kebanyakan karya tulisnya berbentuk surat-surat dan dialog-dialog, yang paling terkenal mungkin adalah Republic. Karya tulisnya mencakup subjek yang terentang dari ilmu pengetahuan sampai kepada kebahagiaan, dari politik hingga ilmu alam. Dua dari dialognya “Timeus dan Critias” memuat satu-satunya referensi orisinil tentang pulau Atlantis.

Bagaimana hubungannya dengan Iskandar Zulkarnain, Iskandar adalah anak dari Raja Makedonia, Fillipus II. Ketika berumur 13 tahun, Raja Filipus mempekerjakan filsuf Yunani terkenal, Aristoteles, untuk menjadi guru pribadi bagi Iskandar. Dalam tiga tahun, Aristoteles mengajarkan berbagai hal serta mendorong Iskandar untuk mencintai ilmu pengetahuan, kedokteran, dan filosofi.

Iskandar Zulkarnain murid dari Aristoteles, dan Aristoteles murid dari Plato. Dari hubungan ini dapat diduga bahwa keturunan Iskandar Zulkarnain yang sampai ke Lubuk Jambi terinspirasi untuk membangun sebuah peradaban/Negara yang ideal seperti Atlantis. Maka mereka membangun sebuah istana dhamna “sebuah replika Atlantis”. Namun semua ini masih perlu pengkajian yang lebih mendalam.

Kesimpulan

Dari penelitian pendahuluan ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
Bukit yang terletak pada 0042’58 LS dan 101020’14 BT diduga sebagai situs peninggalan Kandis yang dimaksudkan didalam tombo/cerita adat.
Kerajaan Kandis diduga sebagai peradaban awal di nusantara.
Kerajaan Kandis merupakan replika dari kerajaan Atlantis yang hilang.

Kesimpulan ini masih bersifat dugaan atau hipotesa untuk melakukan penelitian selanjutnya. Oleh karena itu penelitian arkeologis akan menjawab kebenaran dugaan dan kebenaran tombo/mitos yang ada ditengah-tengah masyarakat.

Datoek Toeah. 1976. Tambo Alam Minangkabau. Pustaka Indonesia. Bukit Tinggi.
Graves, E. E. 2007. Asal-usul Elite Minangkabau Modern. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Hall, D. G. E. tanpa tahun. Sejarah Asia Tenggara. Usaha Nasional. Surabaya.
Kristy, R (Ed). 2007. Alexander the Great. Gramedia. Jakarta.
Kristy, R (Ed). 2006. Plato Pemikir Etika dan Metafisika. Gramedia. Jakarta.
Marsden, W. 2008. Sejarah Sumatra. Komunitas Bambu. Depok.
Olthof, W.L. 2008. Babad Tanah Jawi. Penerbit Narasi. Yogyakarta.
Samantho, A. Y. 2009. Misteri Negara Atlantis mulai tersingkap?. Majalah Madina Jakarta. Terbit Mei 2009.
Suwardi MS. 2008. Dari Melayu ke Indonesia. Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta.
Wikipedia. Ensiklopedi Bebas. http://wikipedia.org.


0 comments: